Minggu, 30 Desember 2012

Riddle from My Beloved Santa!


Tiap hari dalam setengah bulan terakhir ini aku was-was, bimbang, limbung, kesetanan (apa’an sih?!) menanti sebuah paket cinta (eeaaa) dari santaku yang misterius abuiz! Dan datanglah yang dinanti. Sebuah paket coklat yang sayangnya tidak kupotret dikarenakan nafsu yang bergejolak, langsung saja kukoyak bajunya sampai telanjang! Dan wussss... angin surga berembus kencang dari dalam paket kado itu, seberkas sinar keemasan menyala terang dan karena saking kagetnya aku, buku itu terpelanting di udara lalu mendarat dengan tenang (lambat sekali) seperti ada parasut tak terlihat yang menahannya, terentang di atas rerumputan, saat itulah aku memotretnya:



Buku yang sangat manis! Buku yang sangat kuinginkan! Makasih Santa Misteriusku! Aku Cinta Kamu! Aku heran, mengapa Santaku memilih novel ini dari sekian banyak Wish List yang kubuat di goodreads? Apa karena aku berkulit hitam? Sehingga Santaku memberiku buku tentang orang berkulit hitam? Atau karena buku ini sangat indah dan penting? Sehingga dia memilihnya untukku.. haha (ini tulisan kok melankolis amat?!)
Tapi oh tapi, ketebalannya (Tuhan bersama BBIer di bulan Januari) sangat memukauku, membatku membisu 1001 bahasa (-_-“) ...
Kucari surat cinta yang menggebu-gebu dari Santaku, kucari diselip-selip buku, tak ada..

Kugoyang-goyangkan bungkus kadonya dengan kecepatan tinggi sampai terlihat kabur, dan surat cinta itu jatuh melayang turun seperti bulu, mendarat di telapak tanganku, kubaca... hanya ada 4 baris (berbeda dari dugaanku yang membayangkan puluhan lembar halaman surat) bersajak a-b-c-c yang sangat ambigu, membuat bulu ketiakku bergeletar hebat (-_-“), sangat kabur akan petunjuk siapa dia wahai Santaku, kutempelkan pada bukunya lalu kupotret:


 

Inilah kata-kata suci dari lembaran riddle yang semisterius Santanya:
.........
“Aku dan buku bagai cangkir dan kopi
kosong dan tak teridentifikasi satu tanpa yang lain
memulai hari dengan sentuhan embun
kupenuhi takdirku sebagai penumbun..”
.........

Indah bukan?

Inilah sebabnya aku terpengaruh menulis posting ini dengan nada melow marsmelow..

dalam riddle itu aku menangkap beberapa 3 hal:
Puisi. Santaku pastinya perempuan. Ah tapi bukannya aku yang laki-laki pun suka menulis puisi? Lalu,
Kopi. Santaku pastinya laki-laki karena suka kopi, but wait, kakak perempuanku tiap pagi minum kopi tai dia bukan lelaki, Jadi aku tidak tau gender Santaku, dan kata
Penimbun di akhir riddle ini membuatku frustasi dan ingin marah-marah (hahaha) pada Santaku! Bukankah semua BBIer semuanya penimbun? Kenapa sangat membingungkan?? T__T aku menangis di pojok timbunan buku..

Ada beberapa nama yang kutebak dalam kepala, tapi ada satu yang terus meneror dalam kepalaku dan kurasa memang dialah Santa baik hati, tanpa rambut dan jenggot putih, tanpa perut gendut dalam balutan seragam resmi merah khas Santa dia adalah Santa paling sempurna dan nyata yang pernah ada..

Terimakasih kau sudah menjadi Santaku...

Jumat, 28 Desember 2012

[RESENSI BUKU] DILEMA (KISAH 2 DUNIA DARI KAPAL PESIAR)


MEMUNGUT HIKMAH DARI KAPAL PESIAR




Judul : Dilema (Kisah 2 Dunia dari Kapal Pesiar)
Penulis: Hartono Rakiman, dkk
Kontributor: Haris Juhaeri, Haning pamungkas, Widyowati, Iis Nurhayati, Prihandika Jodi
Editor: Harun Mahbub
Lukisan: Khadir Supartini
Penerbit: Rumah Baca
Tahun: cet 1, september 2012






Allah menganugerahkan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat mengambil pelajaran.”
~QS Al Baqarah (Sapi Betina) 2: 269~

Dilema (Kisah 2 Dunia dari Kapal Pesiar) Berisi endapan renungan dari pengalaman penulis selama bertahun-tahun bekerja di tengah samudera. Catatan lepas mengenai pertentangan batin seorang Muslim yang bekerja di kapal pesiar. Catatan kegelisahan orang-orang yang ditinggal di rumah. Dan paparan budaya dua dunia yang sarat akan pelajaran dan hikmah. Hikmah, ya, setelah membaca buku ini, yang terlintas di kepala saya adalah ayat Al Quran di atas itu. Bahwa hanya orang berakallah yang bisa menarik hikmah dan terlebih lagi jika hikmah tersebut diikat dalam tulisan, maka Hartono Rakiman-lah orangnya. Semoga Mashar (saya sering memanggilnya demikian) diberi kesehatan agar bisa selalu membagi-bagikan hikmah kepada orang-orang sekitarnya dan juga pembaca bukunya seperti saya.

Hujan turun saat saya membaca buku ini sampai selesai. Sangat menentramkan. Juga di saat saya menulis review untuk buku istimewa ini, gerimis sedang berguguran di atas atap kamar. Saya pecinta hujan, saya ingin bertanya pada Mashar, apakah dia pernah berlayar saat hujan lebat? Pernahkah kapal pesiar tempat dia bekerja diterjang badai? Atau pernahkah dia begitu sendu menatap hujan melewati jendala kapal pesiarnya? Aku ingin mas, duduk di pinggir kapal saat mendung meniupkan angin dingin, merenung dan bersedih sepuasnya! Melepas kesedihan pada hujan dan samudra lepas, pada air.

Kembali ke buku, saya setuju sekali dengan pendapat seorang Conductor paduan suara “The Indonesia Choir”, Jay Wijayanto, mengatakan bahwa “maraknya TKI dan TKW adalah salah satu bukti kegagalan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan yang bermartabat bagi warganya. Maka pekerja Indonesia sering harus melakukan pekerjaan yang dikategorikan dengan 3D: dificulty, dirty and dangerous. Namun kalau pekerjaan semacam ini lebih menjanjikan mimpi akan perubahan ekonomi pasti akan dilakukan juga.” (halaman pengantar xi)

Saya setuju sekali atas pernyataan Pak Jay Wijayanto tersebut. Andai saja pemerintah dapat menyediakan pekerjaan yang bermartabat dan berpenghasilan pas, tentu banyak penduduk Indonesia yang tak perlu repot-repot bekerja ke luar negeri, bukankah bekerja di rumah sendiri adalah yang paling nikmat? Tapi, ah.. sudahlah percuma juga protes tidak jelas. Mari kita telusuri isi buku ini, kita congkel permata-permata yang menempel pada buku ini.

Pada kaver buku, terdapat foto putri pertama Mashar, Imastari Wulansuci yang dipotret adiknya sendiri, Imantopo Dipo Suksma. Pertama, saya tidak bisa melihat di mana foto putri mashar itu, tapi ketika dilihat dengan seksama, maka akan terlihat siluet punggung seorang gadis dengan rambut ikal tergerai. Jika anda belum bisa menemukan foto itu, coba lihat kembali kaver buku ini sekali lagi lamat-lamat, coba lihat gambar di belakang nama “Hartono Rakiman dkk” pada kaver, maka anda akan melihat foto lengan mbak Imastari Wulansuci.

Ada tiga bagian utama buku ini:

Bagian 1, Dilema Pekerja Muslim di Kapal Pesiar.
Dalam Buku ini dijelaskan, bahwa hampir separuh pekerja di kapal pesiar adalah orang Indonesia. Dan lebih dari separuh para pekerja Indonesia ini beragama islam, di sinilah terjadi banyak pertentangan batin dalam diri mereka karena setiap saat harus bersinggungan dengan alkohol dan babi. Saya rasa bukan hanya para pekerja beragama islam saja yang akan merasa dilema, karena semua agama hampir juga melarang mengonsumsi alkohol, judi dan perzinahan. Jadi mungkin bagian satu ini juga bisa diberi judul “Dilema Pekerja Agamis di Kapal Pesiar” haha gak cocok ya?


Mashar meminta saya sebagai Mahasiswa Perguruan Tinggi Islam untuk menanggapi dilema yang tertulis dengan perspektif islam. Sejujurnya Mashar, saya tidak berani, saya kurang pantas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dilematis dalam buku anda ini. Jadi saya tanyakan ke dosen saya,
Bagaimana hukumnya seorang Muslim yang bekerja di kapal pesiar yang sangat dekat dengan alkohol dan babi?”
kata dosen saya kurang lebih seperti ini, “Boleh-boleh saja. Ketika seseorang ridho melakukan maksiat, dia harus menerima konsekuensinya yakni berdosa.”
Saya protes, “Tapi mereka kan bekerja? Bukan maksiat?”
Sama saja mereka mendukung kemaksiatan yang ada. Muslim harus mencari pekerjaan yang lebih baik dan lebih halal. Muslim harus yakin bahwa rezeki dari Allah itu luas. Dia harus kreatif menjemput rezeki yang baik, halal dan banyak.” Jawaban Dosen saya membungkam mulut saya, saya pergi setelah berterimakasih padanya.
Dalam hati saya berkata Allah pasti Maha Tau isi hati mereka yang sangat gundah di kapal pesiar. Semoga orang-orang yang gelisah ini diberi ampunan dan diganti rezeki yang dengan jalan yang lain, yang lebih baik. Dan semoga bagi mereka hikmah yang banyak saat berada di kapal pesiar bisa mereka teguk. Hikmah-hikmah lain yang sangat indah dituliskan oleh Haris Juhaeri dalam buku ini. Bagaimana batinnya tersiksa saat kakeknya menyuruh membuang televisi pemberiannya dikarenakan televisi itu menurut kakeknya dibeli dengan uang haram. Lalu Mas Haris juga mengisahkan bagaimana saat mereka berpuasa di iklim yang ekstrim, “Apabila bulan puasa itu jatuh di msim dingin, maka waktu puasa menjadi lebih pendek. Waktu subuhnya mulai 6 pagi, dan waktu maghrib kadang sebelum jam 5 sore..” (hlm 32) tapi jangan dikira waktu pendek itu aman, karena hawa dingin membuat cepat lapar. Sedangkan bila bulan puasa jatuh ketika musim panas, amboi panjangnya! Subuh jam 3 pagi dan maghrib pukul 11 malam.. T-T mati deh! Belum lagi godaan bisa tiba-tiba berlipat ganda jika kapal pesiar dipesan oleh kaum nudis yang melakukan segala aktivitas di kapal dengan telanjang bulat.. Aduuuh bisa mimisan kalau saya yang ada di sana!
 

Pada Bagian 2: Dilema Mereka yang Ditinggalkan Di Rumah

Berisi empat kisah yang sangat menyentuh dari empat kontributor (“Cobaan Itu Datang Ketika Suamiku Sedang Berlayar” oleh Haning Pamungkas, “Haruskah Aku Kehilangan Untuk Kedua Kalinya” oleh Iis Nurhayati, “Cintaku Kandas Di Dasar Samudra” oleh Widyowati, dan “Aku Hampir Menyebut Oom Pada Bapakku Sendiri” oleh Prihandika Jodi)


Pada Bagian 3 Dilema Dua Budaya
 
Inilah yang sangat saya sukai. Mashar dengan jeli menuliskan silang budaya yang kebanyakan menyindir orang-orang kita. Namun bab ini sama sekali bukan untuk mengunggulkan bangsa barat dan sebaliknya, namun agar kita berbenah diri lebih baik, toh banyak nilai dan pelajaran yang “Barat” ambil dari kebudayaan islam? Kata Goenawan Mohamad yang di kutip Mashar pada bab ini. Sekali lagi, barang siapa yang bisa mengambil hikmah maka dia sangat beruntung. Barat pun berhasil karena mampu mengambil hikmah. Sekarang, coba gali hikmah di bab tiga! Sungguh luar biasa! Jadi saya tidak mau menceritakannya di review ini, silahkan baca sendiri. Hehe.

Selain berisikan memoar sepenggal kehidupan para pelaut, buku ini juga berisikan 9 lukisan dan 1 kaver karya pelukis Khadir supartini. Jadi selain memanjakan pikiran dan hati, buku ini juga memanjakan mata terutama bagi pecinta lukisan. Dan ada satu lagi yang istimewa pada buku ini, anda ingin tau? Haha tapi saya malu mengatakannya. Tapi baiklah saya katakan keistimewaan itu. Di buku ini, ada nama endorsement yang saya tulis dan dicantumkan di buku ini, terimakasih Mashar.

 



“Kita tak mungkin belajar dan menjadi lebih dewasa tanpa sebuah masalah, sebuah ketakutan, atau sebuah dilema. Membaca buku ini, kita tak perlu mengalami sendiri kegelisahan mereka yang terapung di tengah lautan. Kita cukup mendengarkan mereka, membuka ruang pendapat dan berterimakasih pada mereka yang sangat sudah menuliskan isi hati mereka yang sangat berharga di buku ini!”



NB:
~Dilema adalah buku ketiga Hartono Rakiman yang bertema tentang seluk beluk pengalaman kehidupan di kapal pesiar.
~Ada kekurangan sedikit yakni beberapa salah ketik tapi tidak begitu penting.
~Rumah Baca bisa dikunjungi secara online di www.rumahbaca.wordpress.com salah satu blog buku tertua di Indonesia.
~Rumah Baca-lah yang pertama kali membuat saya menulis resensi. Setiap resensi, saya selalu diberi hadia buku indah. Terimakasih Rumah Baca. Semoga semakin sukses ke depan.

Buku-buku hadiah dari Rumah Baca. Tiga buku sebelah kanan adalah karya Hartono Rakiman


Buku Dilema di meja "buku baru" di Toga Mas Margorejo - Surabaya




Buku Dilema di meja "buku baru" di Toga Mas Diponegoro - Surabaya


Buku Dilema di Gramedia Expo - Surabaya


Buku Dilema di Rumah Buku Ngagel - Surabaya

Kamis, 27 Desember 2012

[BOOK REVIEW] BROKEBACK MOUNTAIN

~Jack & Ennis: Cinta Tak Berkesudahan~
...............

Brokeback Mountain (Gunung Brokeback) by Annie Prolx, diterjemahkan oleh Hetih Rusli, tahun 2006, Gramedia Pustaka Utama.

Anda pernah menonton film Brokeback Mountain?

Film yang menangkap makna kesepian, kesendirian, gairah, dan cinta, dengan sangat intim, membius dan menyiksa batin. Itu adalah film adaptasi dari novelet (cerpen panjang) yang sama bagus dari bukunya! Jarang sekali ada film adaptasi dari buku yang tidak terlalu jauh meleset dari buku aslinya. Coba lihat Laskar Pelangi, Negeri 5 Menara, Ayat-Ayat Cinta, The Da Vinci Code ... jauh sekai dengan bukunya, bukan? Tidak untuk Brokeback Mountain! Pantas apabila sutradara film ini meraih penghargaan Golden Globe 2006 untuk Sutradara terbaik dengan film Brokeback Mountain.

Dari film ini emosi kita diaduk-aduk, dipertontonkan ribuan domba, pemandangan pegunungan yang luar biasa indah, dan juga konflik yang luar biasa berat. Annie Proulx berhasil merangkai cerita paling musykil dan pribadi dengan sangat elegan. Mari simak pendapat Ang Lee (sutradara Brokeback Mountain) tentang buku ini:

“I read the shoort story by Annie Proulx on which the screenplay is based, and I don’t know what hit me. I cried.”

Ya, aku juga menangis ...

Membaca Brokeback Mountain membuatku tak sekedar mengerti kehidupan dua pria yang saling mencintai tapi juga perjuangan mereka untuk menutupinya, bersembunyi, dan menerima konsekuansi pahit dari mereka yang homophobia.

Dua tokoh utama dalam “short stories” setebal 78 halaman ini ialah Jack Twist dan Ennis Del Mar yang memiliki karakter yang sangat alami dan macho. Di filmnya, Jack Twist diperankan oleh Jake Gyllenhaal sangat baik sekali. Namun aktor pemeran Jack Twist ini terasa terlalu tampan dan giginya sangat bagus, lurus, tidak seperti yang di gambarkan oleh penulisnya: “senyumnya memperlihatkan giginya yang agak maju, meski tidak sampai tonggos hingga bisa membuka tutup botol, tapi cukup mencolok.”—hlm 12. Sedangkan pemeran Ennis Del Mar, Heath Ledgar sangat pas dengan cerita ini.

Oke, dari tadi aku membanding-bandingkan buku dan filmnya, padahal seperti yang dikatakan J.W. Eagen, “Jangan menilai sebuah buku dari filmnya.” Yang memang sangat beralasan, tapi untuk buku ini saya akui filmnya luar biasa. Oke setelah ini aku akan membahas bukunya saja, selamat tinggal film...

Akan kuringkaskan seringkas mungkin kisah dalam buku ini. Kisah beralur flashback ini dibuka dengan ingatan Ennis Del Mar akan Jack Twist yang telah meninggal. Ennis diliputi perasaan gembira karena Jack Twist ada dalam mimpinya. Setelah itu, kisah gay yang romantis dan pahit ini pun di mulai. Kembali pada masa ketika dua pemuda berusia sekitar 19 tahun (aku lupa dan kurang yakin akan usia mereka) yang masih tanggung itu dipertemukan di Gunung Brokeback, tempat mereka menjadi gembala untuk ribuan domba. Ada pembagian tugas dari Joe Aguire (mandornya) yang tidak manusiawi, yakni salah satu di antara mereka (dia menunjuk Jack) harus diam-diam mendirikan tenda yang sangat jauh dari perkemahan yang seharusnya, malah dia dipaksa tidur dan berjaga di dekat ribuan domba itu tidur, bau sekali, dan juga dingin karena tanpa api, agar tidak ketahuan Dinas Kehutanan. Sedangkan Ennis harus menyiapkan pasokan makanan di lembah.

Beberapa waktu berlalu dan Jack tidak tahan akan jarak perjalanan dan waktu yang terlampau panjang, akhirnya Ennis menawarkan pergantian posisi. Lalu pada suatu hari ketika Ennis sangat mabuk dan tidak kuat untuk menuju domba, memutuskan untuk tidur di perkemahan bersama Jack, dan di sanalah awal keintiman mereka. Dan hari-hari pun mereka lalui dengan bahagia di gunung. Namun saat mereka harus turun gunung dikarenakan ada badai besar yang akan datang, mereka pun berpisah. Dan Annie Proulx menggambarkan keadaan menyakitkan itu seperti ini:

“Ennis merasa seakan isi perutnya ditarik keluar perlahan-lahan, sedikit demi sedikit. Dia berhenti sejenak di tepi jalan, dan dalam serbuan salju yang baru turun dia berusaha muntah, tapi tidak ada yang keluar. Belum pernah dia merasakan seburuk ini, dan butuh waktu lama hingga perasaan itu hilang.” (hlm 27)

Setelah itu Ennis menikah dengan Alma, dianugerahi dua puteri. Dan Jack menikahi Laureen (Ayah Laureen membenci Jack) dan dianugerahi seorang putera. Dan empat tahun setelah itu, Ennis dan Jack bertemu lagi (dan dilanjutkan pertemuan yang intens) dari sanalah konfik paling menakutkan itu dimulai dan berakhir tragis dengan kematian Jack yang misterius (dan hanya bisa dijawab dengan membaca bukunya, tidak dengan menonton filmnya).

Satu kata untuk melukiskan ending kisah ini: HEBAT!

Dari segi penuturan, Annie Proulx banyak sekali memanjakan pembaca Brokeback Mountain dengan pemandangan yang aduhai indah sekali, dia sangat jenius dalam memaparkan setting dan situasi. Coba simak satu kalimat yang indah di halaman 14: Fajar datang dalam warna jingga seperti berselaput kaca, dengan pantulan warna hijau pucat seperti agar-agar dari bawahnya.

Melalui tokoh Jack Twist, penulisnya menggambarkan Brokeback Mountain dengan sangat puitis: 
di mana burung-burung bluebird bernyanyi dan ada mata air yang mengeluarkan wiski.—hlm 67.

Jack melempar kayu bakar ke api, percikan-percikan api melayang ke udara bersama dengan segala kejujuran dan dusta mereka, sejumlah bunga api yang panas mendarat di tangan dan wajah mereka, bukan untuk pertama kalinya, dan mereka bergulingan di tanah.—hlm 56-57.

Metafora yang dituliskannya juga luar biasa:

Jack mengembuskan asap rokok kuat-kuat seperti ikan paus menyemburkan air... (hlm 35)
Alma menggosok piring dengan keras, sehingga Ennis mengira wanita itu akan menggosok habis gambar di piring. (Hlm 47)

Dan keerotisan dalam buku ini dilukiskan dengan sangat halus, tidak sampai terjebak dalam gambaran-gambaran jorok. Perasaan cinta yang kuat di antara keduanya terlukiskan sangat pilu.

Satu hal yang tak pernah berubah: emosi membara dari persetubuhan mereka yang jarang menjadi kelam akibat perasaan akan cepatnya waktu berlalu, tidak pernah ada cukup waktu, tidak pernah cukup. (hlm 57)

“... Kau terlalu hebat buatku Ennis, dasar keparat kau. Kalau saja aku tahu bahgaimana caranya meninggalkanmu.” (hlm 61)

Tidak ada yang bisa merusak kenangan akan pelukan itu, bahkan kesadaran bahwa Ennis tidak mau memeluknya dari depan hingga mereka berhadapan muka karena Ennis tidak mau melihat atau merasakan bahwa Jack-lah yang sedang dipeluknya. Dan mungkin, dia pikir, hubungan mereka takkan pernah lebih jauh daripada itu. Biarkan saja, biarkan saja apa adanya. (hlm 64)

Sepasang kemeja itu seperti dua kulit yang menyatu, satu di dalam yang lain, berdua bersama.” (hlm 75)

Novelet ini sama sekali tidak mempertanyakan (dan menjawab) benar dan salah atau baik dan buruk hubungan sesama jenis. Tapi lebih pada potret jujur yang membuka mata akan kenyataan kehidupan tersembunyi ini dan konflik nyata yang terjadi dari sikap orang pembenci homoseksual (homophobia). Bagus untuk dibaca para gay, pengamat sosial dan penikmat sastra. Bacaan yang penuh akan nilai kemanusiaan yang plural.



Tentang Pengarang:
~Annie Proulx merupakan penulis perempuan pertama yang memenangkan penghargaan bergengsi P.E.N-Faulkner Award tahun 1993 untuk novel perdananya Postcards.
~Tahun berikutnya ia memenangkan Pulitzer Prize dan National Book Award untuk novel The Shipping News.
~Brokeback Mountain merupakan novela yang terdapat dalam kumpulan cerita pendek berjudul Close Range: Wyoming Stories (1991). Brokeback Mountain pernah di muat di majalah The New Yorker dan mendapat penghargaan O. Henry Awards Short Story Awards. The New Yorker Book Award juga memberikan penghaergaan Best Fiction dan tahun 2005, Brokeback Mountain diangkat ke layar lebar oleh sutradara hebat Ang Lee.

Selasa, 20 November 2012

My First Wishful Wednesday

Wihsful Wednesday ini dibuat untuk mengikuti Birthdaay giveaway-nya Mbak Astrid yang cantik! kenapa bisa bilang cantik? karena udah ketemu pas kopdar di Surabaya :D hahaha
kopdar pertama yang kulakukan dan ini adalah Wishful pertama yang kubuat..
bagi yang ingin ikutan juga, buruan! cuma sehari doang..
infonya bisa diliat di sini:
http://perpuskecil.wordpress.com/2012/11/21/wishful-wednesday-36-birthday-giveaway/


karena ini wishful pertama yang kubuat, jadi masih belum berpengalaman dan apa adanya.. *emang perlu pengalaman ya?*

Nah ini dia buku inceranku kali ini...


Yiha! keren kan?
Judulnya :

Malcom X

Otobiografi, Sang Negro Yang merevolusi Dunia Islam & Kemanusiaan

yang ditulis oleh Malcom X sendiri dengan bantuan Alex Haley.. penerbitnya adalah UFUK PRESS!


Kenapa aku ingin buku ini?
karena aku seneng banget baca otobiografi maupun biografi orang-orang hebat! sepeti Malcolm X ini!!! kususnya Otobiografi atau Memoar, karena buku ini dituls langsung oleh yang mengalami sendi! betapa keren bukan! ahahaha kelak ada rencana ga ya kita nulis otobiogafi kita senidiri..

buku ini bisa dibeli di:
http://ufuk.ufukpress.com/modules.php?name=Katalog&op=tampilbuku&bid=423 dengan harga 74.925..
atau bisa juga di sini
http://www.yes24.co.id/Display/ProductDetailBook.aspx?ProductNo=283806&cid=twitter

Semoga wishful ini dikabulkan.. hahaha dan tentunya selamat ulang tahun mbak Astrid.. semoga makin sukses!

Kamis, 01 November 2012

[BOOK REVIEW] THE WORDS

 The Words: Autobiography of Jean-Paul Sartre


Judul                    : WORDS (Menguak Kekuatan Menulis dan Membaca)
Judul Asli             : Let Mots
Penulis                 : Jean-Paul Sartre
Penerjemah           : R. Melinda
Penerbit                : Selazar (Surabaya)
Tebal                    : 343 halaman
Tahun                   : 2009


          Anda pernah ke gunung? Aku pernah dua kali! Sebenarnya satu setengah sih. Karena gunung pertama yang kudaki (Gunung Arjuno) tidak sampai puncak. Mendaki Bromo-lah yang kutuntaskan sampai puncak. Aku sangat suka gunung saat malam hari karena pada saat itulah bisa kulihat bintang dengan sangat jelas, berkeriapan sangat banyak, dan sungguh itu sangat membuatku terpukau!
          Begitu juga dengan buku ini, The Words juga seperti ‘malam di gunung’: dingin, gelap, namun indah dan dipenuhi mutiara-mutiara yang benderang! Ya, buku yang ditulis Jean-Paul Sartre ini sangat rumit serumit konstelasi bintang di gelapnya angkasa. Namun bukankah konstelasi itu begitu cantik dan mengagumkan?
          Kenapa aku memilih The Words sebagai buku untuk posting bareng (meski aku terlambat) pada bulan Oktober 2012 ini?
          Jawabnya, karena aku adalah salah satu orang yang menyukai genre ‘kepenulisaan’, ‘tulis-menulis’, ‘teknik mengarang’ atau ‘motivasi menulis’. Agak aneh ya genre kesukaanku ini? Aku menyukai genre ini karena aku ingin menjadi seorang penulis! Jadi aku tak ragu-ragu untuk membeli buku kepenulisan dan menyediakan rak khusus untuk genre satu ini. Sebelumnya aku menulis tiga resensi buku kepenulisan lainnya yang bisa dilihat di blog ini, dan rencananya aku akan menulis satu lagi buku kepenulisan dari Stephen King karena.  Aku berharap dengan membaca buku kepenulisan, kutemukan teknik mengarang yang baik untuk menunjang keterampilanku. Tapi ternyata aku tertipu! The Words bukanlah buku teknik mengarang. Apa aku bersedih? Kecewa? Buku ini ternyata  adalah Memoar murni! Autobiografi! Memoar ini berbeda dengan Memoar Stephen King yang disertai dengan teknik mengarang. Agak-nya tagline dari penerbittelah mengecohku: “Menguak Kekuatan Menulis dan Membaca
          Tapi tak masalah! Buku ini juga luar biasa dan mungkin juga memotivasi, buku ini sangat jujur dan realistis serta miris.

Terbitan Gramedia tahun 2001
          Pertama-tama, untuk membaca The Words, bukalah diri dan buka juga hatimu. Jauhkan prasangka buruk terhadap penerbitnya yang menurut istilah salah satu peresensi terkenal Indonesia terjemahann Selazar banting kamus’. Ya, meskipun terjemahannya kaku, dan bikin menghela napas panjang, teruskan saja membaca! Dengan cara seperti apa lagi untuk bisa menamatkan Autobiografi ini? Hehe. Masalah terjemahan yang kaku ini membuatku ingin mencari edisi terjemahan dari Gramedia, aku ingin tahu terjemahan ini kaku atau memang bukunya yang berat? Gramedia mencetak dua versi buku ini.
          Membaca The Words, aku harus menjadi patung di kesunyian. Perhatianku harus terfokus pada ‘kata-kata’ yang ngocor dari Sartre bila ingin pemahamanku tidak teralihkan, tapi sayangnya seringkali aku kehilangan fokus. Jadi, untuk mendengar suara-suara jernih dari sartre, aku harus sabar dan sadar.
Terbitan Gramedia tahun 2009
Dilengkapi foto

          Mungkin yang membuat buku ini berat adalah karena kebanyakan isi buku ini terdengar seperti ‘omelan’ cerdas ! Banyak sekali aku diberi tahu (tell) olehnya dan agak sedikit aku ditunjukkan (show). Ada lumayan banyak kata-frase-kalimat dalam bahasa prancis yang dibiarkan begitu saja tanpa diterjemahkan yang juga membuat buku ini pelik. Juga terdapat kalimat-kalimat Sartre yang belum bisa kupahami, jadi aku hanya mengira-ngira. Intuisiku harus berjalan. Dan juga, autobiografi ini sangat radikal dan holistik. Jadi aku hanya membaca dan membaca. Aku terkontaminasi, keracunan kata-kata Sartre yang hebat sampai ekstase.
          Tapi mungkin saja bukan kata-katanya yang berat, tapi terasa sulit karena dia adalah Kebebasan! Dia sangat bebas dalam menulis! Ya, itu mungkin jawabannya!
          Deskripsi Sartre dalam menggambarkan situasi sangat hebat. Coba simak penggambaran Sartre tentang bioskop yang kemunculannya baru-baru saja pada masanya:
“Kutantang mereka yang sezaman denganku untuk memberitahuku tanggal pengalaman pertama mereka ke bioskop ...” (hlm. 155)
“Pertunjukan sudah akan dimulai. Saat kami tersandung di belakang si penjaga, aku merasaa aku ada di sana dengan diam-diam. Di atas kepala kami, seberkas cahaya dari lampu putih menyinari seberang hall memperlihatkan debu dan asap yang beterbangan di dalamnya. Sebuah piano berbunyi, lampu pijar ungu memancarkan cahaya ke dinding. Nafasku menangkap aroma desinfektan seperti pernis. Aroma ini dan buah malam bercampur dalam diriku ...”
“Ibu mengganjalkan permadani lipat ke bawah pantatku agar posisi dudukku cukup tinggi. Akhirnya kutatap layar lebar di depan dan melihat kapur berpijar serta lanskap berkilau disaput hujan ...” (hlm. 156-157)
          Kalimat-kalimat yang ditulis Sartre pendek-pendek namun jenius. Seperti:
“Aku akan menghilang ke dalam udara yang tipis.” (Hlm. 33)
“Di depan mataku, seekor ubur-ubur menabrak kaca akuarium, dengan lemah mengumpulkan tangan-tangannya dan berenang kembali ke dalam bayangan.” (Hlm. 142)
“Telah kubunuh diriku karena hanya kematian yang bisa menikmati imortalitas ...” (Hlm. 262)
          Aku juga sempat terpikir untuk memberi judul resensi ini “Hot and Cold” karena kata-kata Sartre sangat ‘pedas’ dan ‘dingin’ tapi seringkali (sangat sering) kedinginan-nya itu membuatku tertawa terbahak-bahak. Tapi aku tak jadi menggunakan judul “Hot and Cold” karena itu lebih mirip dengan Dispenser. Menurutnya dia adalah sedikit dari jenis anak yang bisa membuat ibu mereka tertawa dengan satu kerlingan. Pada halaman 290 tertulis: “Aku tak memandangmu. Aku takut tawaku akan meledak di depannya,” ujar ibu padaku  saat kami keluar.

          Bisa dikatakan, The Words adalah buku untuk mengenang masa kecilnya. 80 persen buku ini memang menceritakan masa kanak-kanaknya. Dan seperti yang dikatakan Seamus Heany, “Ketika berbicara tentang masa kecil mereka, para penulis nyaris mencapai misteri diri mereka sendiri.” Dan masa kecil Sartre memang sangat menakjubkan.
          Buku ini dibagi menjadi dua bagian: Membaca dan Menulis.
          Pada bab pertama: “Membaca”, Sartre mengawali kisah kelahirannya dengan tidak langsung menceritakan dirinya, melainkan dia menceritakan dongeng keluarga. Kakek buyutnya yang menginginkan salah satu anak putranya (Charles Schweitzer) menjadi pastur, namun Charles malah melarikan diri, inilah kakek Sartre dari pihak ibu. Nama Sartre sendiri diambil dari nama kakeknya dari pihak ayah. Ayah Sartre meninggal karena sakit saat Ibu Sartre (Anne-Marie) berusia 20 tahun dan Sartre sendiri masih sekitar 9 bulan, masih dalam susuan wanita lain karena susu ibunya mengering. Di tulisan-tulisan selanjutnya, Sartre melukiskan kedekatan yang istimewa dengan ibunya. Sartre merasa dirinya tidak pernah punya Ayah. Kakeknyalah yang dia anggap sebagai Ayah. Kadang dia juga menyebut diri sebagai ‘anak orang mati.’ Tulisnya: “Aku beruntung jadi anak seorang pria mati. Pria mati yang telah menanamkan beberapa tetes sperma untuk menjadi seorang anak ...” (hlm. 21)
          Di umurnya yang masih sangat muda, Anne-Marie sudah merana, miskin dan menganggur. Dia pun memutuskan untuk kembali tinggal bersama orang tuanya bersama bayi Sartre kecil. Apalagi Louise (Nenek Sartre) adalah wanita kaku dan pengeluh, bahkan dia cemburu pada putrinya sendiri. “Kasihan Anne-Marie. Bila pasif dituding sebagai beban. Sebaliknya, bila aktif ia dicurigai ingin menguasai rumah tangga.” Tulis Sartre pada halaman 14.
          Kakek adalah seorang guru yang sangat terpelajar dan sangat penyayang terhadap Sartre. Sejak kecil dia terbiasa dengan drama keluarga dan di usia yang masih sangat kecil dia bersikeras untuk dibelikan buku meskipun dia hanya mendengar ibunya yang membacakannya karena dia belum bisa membaca. Itu karena budaya keluarganya yang gemar membaca dan mempunyai banyak buku. Dan ketika dia sudah mampu membaca sendiri, dia sudah membaca Madame Bovary (ada salah ketik dalam buku. Menulis ‘Bovary’ menjadi ‘Bonary’ di halaman 67, 81, 138). Ibunya sampai khawatir karena pilihan bacaannya. Saat dia diberi bacaan untuk usianya, dia menganggap bacaan itu terlalu mudah.
          Saat Sartre diberi Madam Pitcard (aku bingung siapa Madame Pitcard itu, enatah tetangganya atau bibinya) hadiah, dia berharap itu adalah novel atau kumpulan cerita pendek. Namun dia sangat kecewa karena isinya adlah sebuah buku yang berisi daftar pertanyaan yang dirancang untuk diisi oleh anak-anak, seperti apa warna favoritmu, apa parfum favoritmu. Namun dia bosan. Tetapi begitu dia membaca pertanyaan, “Apa keinginanmu yang paling berharga?” dia pun menulis, “Menjadi tentara dan membalaskan kematian.” Jawaban yang membikin kaget.
          Sartre kecil dibiarkan mengembara di perpustakaan. Coba simak kata-kata Sartre tentang buku dan perpustakaan:
          “Dengan sia-sia kucari dalam diriku kenangan yang berlebihan dan tanpa alasan manis dari masa kecilku berbau pedesaan. Aku tak pernah menggaruk tanah atau mencari sarang. Aku tak pernah mencari tanaman atau melemparkan batu-batu terhadap burung-burung. Namun buku-buku adalah burungku dan sarangku, hewan piaraanku dan pedesaanku. Perpustakaan adalah dunia yang memerangkapku dalam cermin yang luas tanpa batas, bervariasi dan tak bisa diramalkan. Kumulai petualangan tak masuk akal. Ini berarti memanjat kursi dan meja, beresiko menimbulkan longsoran yang bisa menguburku.” (Hlm. 57)
“Telah kutemukan agamaku. Tak ada yang tampak lebih pentingbagiku daripada sebuahbuku. Kulihat perpustakaan sebagai kuil ...” (hlm. 72)


          Tentang mata sartre. Saat Sartre kecil, rambutnya dibiarkan panjang oleh ibunya. Mata kananya mulai agak buruk karena tertutup rambut. Kakeknya tidak suka Sartre dibiarkan berambut seperti perempuan. Jadi dia membawa Sartre jalan-jalan dan membawanya ke pangkas rambut. Begitu rambutnya dipotong pendek, semua kaget, kini ketahuan mata Sartre seperti mata katak.
          Sartre kecil suka berimajinasi tentang ksatria, perjuangan, tahanan dan pertempuran. Namun di dunia nyata dia tidak punya teman. Tapi dia merasa diselamatkan kakeknya dengan buku-buku dan syair-syair yang mereka tulis dan gubah bersama. Di akhir bab dia menulis:
“Aku diselamatkan kakek. Ia melemparku—tanpa bermaksud begitu—kedalam kelihaian baru yang mengubah hidupku.”
          Di bagian kedua buku ini: Menulis. Kisahnya lebih menegangkan. Kelihaian menulisnya dalam usia anak-anak membuat orang-orang berdecak kagum dan mengatakan bahwa Sartre dilahirkan untuk menulis. Semua meramalkan Sartre akan menjadi penulis.
          Tapi saat sartre juga memantapkan diri untuk menjadi penulis, kakeknya gusar dan menolak sengit cita-cita seperti itu! Aneh bukan? Padahal kakeklah yang membuat Sartre jadi mahir dalam bahasa, tapi kenapa dia melarangnya untu jadi penulis? Belum lagi ketika buku pertamanya terbit dan membuatnya diburu orang sehingga dia harus melarikan diri. Atau saat buku berikutnya muncul dan laku keras namun royaltinya dia minta diberikan pada orang-orang miskin sementara dirinya sendiri masih menulis sembunyi-sembunyi. Penasaran? Bacalah The Words ini secara lengkap!
          Karena aku tidak ingin menyiksa kalian dengan resensi yang panjang. Aku akan mengutipkan kata-kata indah di bagian “Menulis” ini:
“Untuk dilahirkan kembali, kau harus menulis. Dan untuk menulis, kau memerlukan otak, mata dan tangan. Bila pekerjaanmu terlaksana, organ-organ itu akan terserap kembali ke dalam diri mereka masing-masing.” (hlm. 257)
Kulakukan pertemuan-pertemuan rahasia dengan Hantu Suci (Holy Spririt). “Kau akan jadi penulis”, ujarnya padaku. Kuperas tanganku, “Ada apa di sana yang berkaitan denganku, Tuan, sehingga kau memilihku?” tanyaku. “Tak ada yang khusus”, jawabnya. “Lantas kenapa aku?” tanyaku lagi. “Tak ada alasan”, elaknya. “Apa setidaknya aku punya kecakapan dengan pena?” tanyaku. “Tidak. Kau pikir karya besar lahir dari pena yang lancar?” ia balik bertanya. “Tuan, karena aku masih kecil, bagaimana bisa aku menghasilkan buku?” tanyaku ngotot. “Dengan ketekunan”, jawabnya. “Jadi siapapun bisa menulis?” tanyaku masih ngotot. “Siapapun. Tapi kau yang kupilih”. (Hlm. 246)
Menulis, pekerjaan hitamku, tidak merujuk pada apapun dan sekaligus/tiba-tiba jadi akhir itu sendiri. Aku menulis demi menulis itu sendiri. Tak kusesali itu. Seandainya karyaku dibaca, aku mestinya mencoba untuk menyenangkan dan jadi mengagumkan lagi. Dalam kerahasiaanku, aku adalah nyata. (Hlm. 240)
          Atau bagaimana saat dia menyamakan pena adalah pedang dan saat dia tidak menulis sama saja dengan pedangnya patah:
“Kuhunus penaku dengan sepenuh hati untuk itu ...” (Hlm. 232)
“Pedangku patah sehingga aku jadi kawanan biasa ...” (Hlm. 219)
 Hm, Jean-Paul Sartre ... dari tulisannya dapat kuketahui dia adalah orang yang benar-benar bebas dan merdeka. Dia aneh dan nyeleneh. Sering ditentang baik dari kalangan kanan maupun kiri. Punck keanehannya adalah ketika Akademi Swedia memberikan Hadiah Nobel Kesusastraan kepadanya pada tahun 1964, tetapi ia menolak hadiah itu dengan alasan ia tidak ingin “diubah menjadi lembaga”. Mungkin satu-satunya peraih nobel yang menolak hadiah ratusan ribu dolar itu hanya Sartre satu-satunya. Kecuali Boris Pasternak yang juga menolak Hadiah Nobel pada tahun 1958, tapi dia menolak karena tekanan dari pemerintah Kremlin.
          Kehidupannya memperlihatkan padaku bagaimana seharusnya seorang penulis lahir dan berjuang. Penulis kelahiran Paris pada 21 Juni 1905 ini meninggal dalam usia 75 tahun pada 15 April 1980.
          Aku sudah terpengaruh olehnya. Dia sudang mempengaruhiku. Aku mau membaca bukunya yang lain! terutama aku penasaran akan novel dan drama karyanya!
________________________________
Karya-karya Jean-Paul Sartre:
  • Les mots, 1964; The Words, 1967 (Autobiografi masa kecilnya)
  • L’extentialisme est un humanisme, 1946; Extensialism and Humanism, 1946 (Pemikiran Filsafat, eksistensi mendahului esensi)
  • La nausee ; Nausea 1938 (Novel Filsafat)
  • L ‘etre et le neant 1943; Being and Nothingness 1956  (Pemikiran Filsafat, karya utamanya)
  • La critiqueu de la raison dialectique, 1960; Critic of Dialectical Reason, 1964 (ia membahas tentang sifat dan bentuk eksistensi dan keberadaan)
  • Les Mouches, 1942: The Flies, 1946 (Drama)
  • Huis clos, 1944: No Exit, 1957 (Drama)
  • Les mains sales,1948; Dirty Hands, 1960
  • Les sequestres d’Altona, 1959; The Condemned of Altona, 1960
  • Juga menulis biografi Baudelaire, Jean Genet, dan  Gustave Flaubert
  • Ia jugamenerbitkan majalah sastra bulanan yang berpengaruh: Les temps modernes (Modern Time), tempat ia banyak menurunkankarya-karya esainya.
  • Novel trilogi Les chemins de la liberte, 1945-1949; Paths of Freedom, 1947-1940
  • Qu ‘estce que la litterature? 1948 ; What is Literature? 1949
The Words nyangkut di pohon anggur

Ada sebuah keterangan bahwa Jean-Paul Sartre dan Simone de Beauvoir
adalah teman hidup. apa maksudnya mereka pasangan suami istri?