Bukan Buku Biasa
Judul Buku: Menulis
dengan Emosi (Panduan Empatik Mengarang Fiksi)
Diterjemahkan dari:
Dear Writer; The Classic Guide to Writing Fiction
Penulis: Carmel Bird
Penerjemah: Eva Y. Nukman
Penerbit: Kaifa
Tebal: 260 halaman
Tahun: cetakan II, 2001
Tahun: cetakan II, 2001
***
Apa itu Buku Ajaib? Buku Ajaib hanyalah sebuah istilah yang saya pakai saat
menyebut buku yang paling memengaruhi hidup saya, buku paling bersejarah bagi
saya. Apa
semacam buku Favorit? Tidak.
Bagi saya itu berbeda. Lalu apa bedanya Buku Ajaib dan Buku Favorit? Buku Favorit adalah buku yang sangat saya sukai,
jumlahnya relatif banyak karena buku bagus yang saya baca jumlahnya juga cukup
banyak, tapi belum tentu buku ini memengaruhi hidup saya. Tapi Buku Ajaib sudah
pasti favorit saya dan jumlahnya relatif sedikit bahkan mungkin jumlahnya cuma satu, dan benar-benar sangat
mempengaruhi hidup saya. Dan Buku Ajaib saya itu adalah buku ini, Menulis Dengan Emosi....
Seperti saat kita mencintai seseorang dengan
(tanpa/sedikit/banyak) alasan, begitu juga saya sangat mencintai buku karya
penulis perempuan Australia bernama Carmel Bird ini. Mungkin karena buku ini
adalah salah satu buku-buku pertama yang saya baca dan isinya langsung memukau, dengan kata lain hati saya langsung jatuh cinta pada
pandangan pertama. Apa pun alasan itu buku ini membuat saya memiliki tujuan
hidup, mimpi, harapan, cita-cita. Karena buku inilah saya berani menetapkan
impian saya menjadi seorang Penulis... Amin.
Saya menemukan buku ini di gudang. Tertimbun bersama buku
pelajaran dan lembaran-lembaran berdebu milik kakak perempuan saya. Waktu itu
saya masih kelas 1 SMA, kakak saya kuliah di luar kota dan saya sendirian di
rumah bersama orang tua. Buku ini sempat saya sisihkan karena tidak mengerti
maksudnya dan waktu itu saya belum menyukai buku dan tidak pernah membaca buku
selain buku pelajaran dan buku keagamaan. Tapi setelah saya baca berkali-kali
seolah ada benih dalam hati saya yang berkecambah, tumbuh, lalu berbunga,
merekah merah sangat cantik. Bunga ini berseri-seri sampai sekarang dan anehnya
bunga ini tidak mau disirami air tapi hanya bahagia saat disiram kata-kata,
kisah mengharukan yang menyentuh perasaan, cerita lucu, dongeng menakjubkan,
bacaan dari sebuah buku. Kini bagi saya membaca adalah ibadah dan nafas jiwa.
Mulai dari covernya saja saya sudah cinta. Berjudul Menulis dengan Emosi; Panduan
Empatik Mengarang Fiksi—judul asli: Dear
Writer: The Classic Guide to Writing Fiction. Dan masih pada covernya, tertulis
kata-kata indah dari William Forrester, “Menulislah—pada saat awal—dengan hati.
Perbaiki tulisan Anda dengan pikiran. Kunci pertama dalam menulis adalah bukan
berpikir, melainkan mengungkapkan apa saja yang Anda rasakan.” Kelak kata-kata
ini menjadi semacam mantra saat saya menyemangati diri sendiri dan orang lain
jika bingung saat hendak menulis.
Lalu saya buka halaman selanjutnya dan saya dikagetkan
lagi dengan kata-kata bertenaga dari tiga pengarang besar dunia yang terdengar
sangat mistis dan spiritual. Mark Twain, Bapak Sastra Modern Amerika,
mengatakan, “Aku temukan bahwa
semakin jauh aku mundur, semakin baik aku mengingat segala sesuatu, baik yang
terjadi maupun tidak.” Kalimat
kedua berasal dari pengarang novel Lolita, yang legendaris dari rusia, Vladimir
Nabokov, “Sastra adalah
penciptaan. Fiksi adalah fiksi. Menyebut sebuah cerita sebagai kisah sejati
merupakan penghinaan bagi seni maupun bagi kebenaran.” Dan kutipan ketiga dari William
Kennedy, berbunyi, “Menulis
adalah seni yang begitu rumit, sungguh rumit memahami apa yang Anda coba
keluarkan dari imajinasi Anda sendiri, dari kehidupan Anda sendiri.”
Ketiga kutipan itu masih pada lembar awal, pada
halaman-halaman selanjutnya Anda akan disuguhi kutipan-kutiapan inspirasional
dari berbagai penulis terkenal dunia yang lainnya. Terlihat sekali bahwa Carmel
Bird merupakan penulis yang sangat rajin membaca, mencatat, dan mengkliping
banyak kutipan bertenaga tersebut, Anda bisa membuktikan jika Anda membaca buku
ini sendiri. Di setiap awal bab—ada dua puluh dua surat (bab) dan tiga
lampiran—akan dibuka dengan ‘judul yang unik’ kemudian dibubuhkan
kutipan yang berhubungan dengan bab tersebut. Saya ambil contoh pada Surat
(bab) Kesepuluh, judul bab ini sangat unik: “Nama Sang Bayi.” Judul bab ini dipakai
Carmel Bird saat akan menuliskan bab yang akan membicarakan bagaimana mencari
sebuah judul untuk tulisan kita. Lalu di bawah judul bab, ada kutipan dari
Anais Nin, “Penggunaan kata
yang menakjubkan itu dimaksudkan sebagai ajakan untuk ikut serta.” dan tak jarang di dalam isi suatu
bab pun masih tertempel kutipan lain dan diberi kotak khusus. Begitu juga
dengan surat-surat lainnya.
Bukan berarti Carmel Bird hanya ‘tukang kutip’ orang
lain, kata-kata darinya sendiri sangat mengilhami dan sangat memotivasi, saat
dia meyakinkan bahwa semua orang berpeluang menjadi penulis dan menyangkal
bahwa diperlukan bakat besar untuk menjadi seorang penulis, dia
mengatakan “...bahwa bakat bisa ditemukan, diasah dan dikembangkan.” Lalu, pada pendahuluan, Carmel
mengatakan, “...bahwa menulis
fiksi lebih dari sekedar penguasaan teknik. Penulis juga harus merupakan pembaca, harus tahu cara membaca, dan cara berpikir
tentang membaca dan menulis.” Bahasa yang dia gunakan
sangat luwes, cerdas dan tulus, jauh dari kesan kaku buku manual atau
menggurui. Saat dia memberi latihan pun, dia melakukannya dengan ajakan yang
halus. Sehingga kita tidak terasa (atau dengan senang hati) saat mengerjakan
latihan-latihan kecil yang dia minta kita lakukan.
Saya rasa penyusunan
buku ini sangat jenius. Dia
merancang bukunya sedemikian
rupa agar terasa hidup danmudah dipahami oleh murid-muridnya. Dan akhirnya dia
pun menuliskannya dalam bentuk surat-menurat antara editor bernama Virginia O’Day kepada seorang perempuan
yang sedang menulis fiksi, yang dia sapa “Dear Writer”; sebuah sapaan yang sangat
mengakrabkan penulis dan pembaca, serta akan mengakhiri
suratnya dengan “Salam Manis”. Jadi, buku ini adalah sebuah fiksi tentang fiksi. Dan dalam surat-menyurat ini,
pembaca diberi sajian berbagai nasihat praktis menulis maupun saran-saran yang
membesarkan hati dan menggugah semangat menulis—dari mencari ide cerita dan
berimajinasi, cara mengawali dan mengakhiri cerita, hingga mengirimkan naskah
yang sudah rampung ke majalah atau penerbit.
Buku yang menjadi bacaan wajib di beberapa universitas di
Australia ini dilengkapi dengan sebuah esai yang terlampir mengenai dorongan
menulis dan proses kreatif dalam mengarang salah satu cerpen indahnya yang
berjudul “Saat Keemasan”. Dan juga dilengkapi dengan profil penulis yang
dikutipnya dalam buku ini. Carmel Bird sendiri telah menerbitkan tiga novel,
empat kumpulan cerpen, dan dua buku inspirasi bagi penulis. dan dia juga
seorang pengajar berpengalaman tentang karang mengarang (creative writing). Dia
lahir di Tasmania pada tahun 1940 dan sekarang tinggal di Melbourne.
Carmel tak henti-hentinya memotivasi pembacanya
untuk tidak patah arang saat menulis, dia menulis, “Yang terpenting adalah
tetap bekerja, pekerjaan sesungguhnya adalah tetap bekerja, terus dan terus
sampai Anda puas bahwa Anda telah menyuarakan pandangan pribadi Anda tentang
dunia, dengan cara yang membuat orang lain akan mendengarkan—dan akan merasa
suka, terinformasikan, serta mungkin takjub.”
Karryn Goldsworthy dalam Australian Book Review mengatakan, “Ada beberapa alasan yang
bagus untuk membeli dan membaca buku ini, tak hanya bagi orang-orang yang ingin
menjadi penulis, tetapi juga bagi penggemar sastra, atau siapa pun yang suka
membaca tulisan tentang menulis.”
Meniru Mem Fox, pengarang Possum Magic, saya juga meneriakkan hal
yang sama, “Menulis Dengan Emosi—saya suka sekali buku ini!”
Jadi apa Buku
Ajaibmu?
keren jamal... aku bakalan sering2 mampir ke sini nih biar tau buku2 apa aja yg menarik buat di baca :)
BalasHapuskunjung balik ke blogku juga boleh
naviraa.blogspot.com