Jika Anda Ingin Menulis Cerpen
Judul Buku : Proses Kreatif
Menulis Cerpen
Penulis :
Hermawan Aksan
Pengantar :
Dewi Lestari, Novelis
Penerbit :
Penebit Nuansa, Bandung
Tahun Terbit : Cetakan 1, November 2011
Tebal : 216
Tidak bisa disangkal lagi bahwa Membaca dan Menulis
merupakan modal paling utama untuk menjadi seorang penulis. Jika seseorang yang
ingin menjadi penulis tapi tidak suka membaca, maka dapat dipastikan karya yang
ditulis akan dangkal. Sedangkan jika hanya senang membaca tanpa pernah menulis,
maka impian menjadi seorang penulis hendaknya dikubur saja.
Begitu juga Hermawan Aksan, membaca
baginya adalah kebutuhan, dalam bab kesembilan belas (Membaca Itu Bernapas),
Hermawan menulis: “Membacalah, maka akan kautemukan banyak sumber ide bagi
penulisan. Tulisan akan bertambah kaya. Gaya tulisan akan terasah (hlm. 158).”
Kepada para calon penulis cerpen,
buku ini ditujukan dan direkomendasikan. Karena selain akan diajarkan bagaimana
menulis cerpen yang baik, buku ini juga memuat banyak cerpen yang sangat bagus
untuk dijadikan “bahan bacaan” yang bergizi untuk menyegarkan dan memperkaya
ide untuk menulis. Ada sekitar sebelas cerpen dalam buku ini—tiga cerpen mini,
dua cerpen Hermawan Aksan sendiri dan enam cerpen penulis lain. (ada cerpennya
O Henry yang sangat legendaris juga loh!)
Bagaimana dengan teori ataupun kiat
menulis cerpennya? Tentu saja juga ada, malah lumayan lengkap dan dengan mudah
dimengerti karena ditulis dengan bahasa yang sederhana. Mulai dari bagaimana
menggali ide, mengenal unsur-unsur fiksi, menjaring tema dan topik, mencari
judul, menyusun plot, membuka dan menutup cerita, memilih diksi, menyunting,
sampai tips agar mudah diterima redaksi.
Hermawan Aksan yang sebagai redaktur
Harian Tribun Jabar, banyak memberikan bocoran tentang pertimbangan
kebanyakan redaktur dalam memilih cerpen, mengapa sebuah naskah dimuat dan
tidak. Penulis juga memberi saran bagaimana memperkaya isi cerita dan juga
memberi tahu apa saja kesalahan-kesalahan penulis pada umumnya.
Kesalahan-kesalahan yang biasanya
dilakukan itu adalah menunda-nunda waktu penulisan, menuliskan kata-kata yang
rumit padahal sebenarnya bisa dituliskan dengan bahasa yang lebih sederhana, menjelaskan
dengan bahasa yang terlalu berbunga, berhenti di tengah jalan, cepat menyerah dan menunggu waktu
yang tepat untuk menulis padahal menulis bisa kapan saja.
Kemudian biasanya penulis pemula
akan bmengeluh, “Saya ingin menjadi penulis, tapi saya tidak tahu apa yang bisa
saya tulis?” Jawabannya bisa dilihat pada halaman 99, Hermawan menuliskan
beberapa sumber-sumber ide yang bisa digali seperti Pengalaman Pribadi;
Banyak penulis besar yang terpicu membuat karya dari pengalaman mereka, sebut
saja Mochtar Lubis, Budi Darma, Ernest Hemingway. Kemudian, ide cerita bisa
juga berasal dari Obrolan Dengan Orang Lain seperti cerpen Hermawan yang
berjudul “Rose”. Bisa juga ide itu dari Sejarah, Petualangan, bahkan Mimpi,
dan lain sebagainya.
Di dalam buku ini Hermawan juga banyak
menceritakan perjalanan kepenulisan pribadinya; tentang cerpen pertamanya yang
dimuat, buku pertamanya yang terbit, pengalaman menerjemahkan buku, pengalaman menjadi
editor dan penyunting buku, pengalaman menulis buku dalam sepuluh hari dan
pengalaman menjadi redaktur. Pengalaman-pengalaman ini sangat baik untuk
dijadikan pemicu semangat bagi penulis lainnya dan mereka yang bercita-cita
menjadi penulis.
Dari pengalaman tersebut Hermawan
mengatakan, “Tapi dalam perjalananku,
kemudian aku menyimpulkan bahwa, setidaknya, menulis itu tidak sesulit yang
dibayangkan. Karena itu, melalui buku ini, aku juga ingin memberikan gambaran
bahwa menulis itu bukanlah kegiatan yang rumit. Menulis juga tidak memerlukan
bakat besar. Bakat yang biasa-biasa saja punya peluang menjadi penulis. Lagi
pula, siapa sih yang tahu bahwa kita punya—atau tidak punya—bakat
menulis? Analogi yang yang paling terkenal adalah ucapan Thomas Alva Edison : 1
persen bakat, 99 persen kerja keras (hal 17).
Ada dua kekurangan buku ini. Yang
pertama, desain covernya kurang menarik, padahal desain isinya
cukup menarik karena ditambahkan foto-foto penulis dunia dan gambar-gambar
menarik di tiap awal bab. Dan yang kedua, ada pada beberapa pernyataan Hermawan
yang sedikit janggal. Pada halaman 42, Hermawan menulis:
[Salah satu kekeliruan yang kerap dilakukan penulis
pemula yang memakai sudut pandang orang pertama adalah tokoh lain di luar si
“aku” juga mengetahui isi hati dan pikirannya. Misalnya:
‘Matanya yang tajam menghujam ke
wjahku. Giginya gemeretak menahan marah. Ia menganggapku lelaki ang tidak tahu
diri.’
Bagaimana si “aku” tahu bahwa tokoh “ia” memiliki
anggapan seperti itu?]
Hermawan benar dengan mengatakan
tokoh utama atau “aku” tidak bisa mengetahui apa yang dirasakan “ia”, tapi
bukankah si “aku” boleh-boleh saja mengira apa yang dipikirkan “ia”? Kejadian
itu sama seperti saat kita mengira orang lain menganggap kita bodoh karena
orang itu menertawakan kita dengan pandangan mata yang meremehkan. Jadi kalimat
ini bukan sebuah kesalahan atau kekeliruan.
Kemudian di halaman 75 Hermawan
menulis:
[Contoh lain, seorang redakur cerpen sebuah harian
pernah menceritakan pengalamannya membaca cerpen seorang pemula. Pada salah
satu alinea cerpen dituliskan:
‘Malam itu semakin dingin. Padahal
pintu dan jendela kamar sudah tertutup rapat. Di luar, langit
hitam tanpa bintang.’
Lho, kalau kamar itu tertutup, bagaimana
si tokoh tahu di luar langit tanpa bintang?]
Anggapan Hermawan benar jika pada
alinea itu diketahui bahwa sudut pandang yang digunakan adalah sudut pandang
Orang Pertama—yang terbatas. Tapi anggapannya salah jika alinea ini menggunakan
sudut pandang Orang Ketiga Serba Tahu. Jadi, kita belum bisa menyalahkan atau
membenarkan, sebelum alinea yang dikutip Hermawan itu diketahui menggunakan
sudut pandang apa.
Sudah banyak buku kepenulisan yang
beredar di Indonesia, tapi buku kepenulisan yang mengkhususkan pada cerpen dan
ditulis oleh orang Indonesia sendiri tergolong langka. Kita mungkin cuma bisa menyebut
buku seperti Yuk, Nulis Cerpen Yuk oleh
Muhammad Diponegoro, Kiat Menulis Cerita Pendek oleh Harris Effendi
Thahar, atau Creative Writing: Tips dan Strategi Menulis Cerpen dan Novel
karya A.S. Laksana. Dan buku Proses Kreatif Menulis Cerpen karya Hermawan
Aksan ini pun telah mengisi kekosongan literatur tersebut. Sebuah karya yang patut
diapresiasi.
Jadi tunggu apa lagi? Ingin menulis
cerpen? Baca buku ini!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar