MEMUNGUT HIKMAH DARI KAPAL PESIAR
Judul
: Dilema (Kisah 2 Dunia dari Kapal Pesiar)
Penulis:
Hartono Rakiman, dkk
Kontributor:
Haris Juhaeri, Haning pamungkas, Widyowati, Iis Nurhayati, Prihandika
Jodi
Editor: Harun Mahbub
Lukisan: Khadir Supartini
Penerbit: Rumah Baca
Tahun: cet 1, september 2012
Editor: Harun Mahbub
Lukisan: Khadir Supartini
Penerbit: Rumah Baca
Tahun: cet 1, september 2012
“Allah
menganugerahkan hikmah kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
barangsiapa yang dianugerahi hikmah, ia benar-benar telah dianugerahi
karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
mengambil pelajaran.”
~QS Al Baqarah (Sapi Betina) 2: 269~
~QS Al Baqarah (Sapi Betina) 2: 269~
Dilema (Kisah 2 Dunia dari Kapal Pesiar) Berisi endapan renungan dari pengalaman penulis selama bertahun-tahun bekerja di tengah samudera. Catatan lepas mengenai pertentangan batin seorang Muslim yang bekerja di kapal pesiar. Catatan kegelisahan orang-orang yang ditinggal di rumah. Dan paparan budaya dua dunia yang sarat akan pelajaran dan hikmah. Hikmah, ya, setelah membaca buku ini, yang terlintas di kepala saya adalah ayat Al Quran di atas itu. Bahwa hanya orang berakallah yang bisa menarik hikmah dan terlebih lagi jika hikmah tersebut diikat dalam tulisan, maka Hartono Rakiman-lah orangnya. Semoga Mashar (saya sering memanggilnya demikian) diberi kesehatan agar bisa selalu membagi-bagikan hikmah kepada orang-orang sekitarnya dan juga pembaca bukunya seperti saya.
Hujan turun saat saya membaca buku ini sampai selesai. Sangat menentramkan. Juga di saat saya menulis review untuk buku istimewa ini, gerimis sedang berguguran di atas atap kamar. Saya pecinta hujan, saya ingin bertanya pada Mashar, apakah dia pernah berlayar saat hujan lebat? Pernahkah kapal pesiar tempat dia bekerja diterjang badai? Atau pernahkah dia begitu sendu menatap hujan melewati jendala kapal pesiarnya? Aku ingin mas, duduk di pinggir kapal saat mendung meniupkan angin dingin, merenung dan bersedih sepuasnya! Melepas kesedihan pada hujan dan samudra lepas, pada air.
Kembali ke buku, saya setuju sekali dengan pendapat seorang Conductor paduan suara “The Indonesia Choir”, Jay Wijayanto, mengatakan bahwa “maraknya TKI dan TKW adalah salah satu bukti kegagalan pemerintah menyediakan lapangan pekerjaan yang bermartabat bagi warganya. Maka pekerja Indonesia sering harus melakukan pekerjaan yang dikategorikan dengan 3D: dificulty, dirty and dangerous. Namun kalau pekerjaan semacam ini lebih menjanjikan mimpi akan perubahan ekonomi pasti akan dilakukan juga.” (halaman pengantar xi)
Saya setuju sekali atas pernyataan Pak Jay Wijayanto tersebut. Andai saja pemerintah dapat menyediakan pekerjaan yang bermartabat dan berpenghasilan pas, tentu banyak penduduk Indonesia yang tak perlu repot-repot bekerja ke luar negeri, bukankah bekerja di rumah sendiri adalah yang paling nikmat? Tapi, ah.. sudahlah percuma juga protes tidak jelas. Mari kita telusuri isi buku ini, kita congkel permata-permata yang menempel pada buku ini.
Pada kaver buku, terdapat foto putri pertama Mashar, Imastari Wulansuci yang dipotret adiknya sendiri, Imantopo Dipo Suksma. Pertama, saya tidak bisa melihat di mana foto putri mashar itu, tapi ketika dilihat dengan seksama, maka akan terlihat siluet punggung seorang gadis dengan rambut ikal tergerai. Jika anda belum bisa menemukan foto itu, coba lihat kembali kaver buku ini sekali lagi lamat-lamat, coba lihat gambar di belakang nama “Hartono Rakiman dkk” pada kaver, maka anda akan melihat foto lengan mbak Imastari Wulansuci.
Ada tiga bagian utama buku ini:
Bagian 1, Dilema Pekerja Muslim di Kapal Pesiar.
Dalam Buku ini dijelaskan, bahwa hampir separuh pekerja di kapal pesiar adalah orang Indonesia. Dan lebih dari separuh para pekerja Indonesia ini beragama islam, di sinilah terjadi banyak pertentangan batin dalam diri mereka karena setiap saat harus bersinggungan dengan alkohol dan babi. Saya rasa bukan hanya para pekerja beragama islam saja yang akan merasa dilema, karena semua agama hampir juga melarang mengonsumsi alkohol, judi dan perzinahan. Jadi mungkin bagian satu ini juga bisa diberi judul “Dilema Pekerja Agamis di Kapal Pesiar” haha gak cocok ya?
Mashar meminta saya sebagai Mahasiswa Perguruan Tinggi Islam untuk menanggapi dilema yang tertulis dengan perspektif islam. Sejujurnya Mashar, saya tidak berani, saya kurang pantas untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dilematis dalam buku anda ini. Jadi saya tanyakan ke dosen saya,
“Bagaimana hukumnya seorang Muslim yang bekerja di kapal pesiar yang sangat dekat dengan alkohol dan babi?”kata dosen saya kurang lebih seperti ini, “Boleh-boleh saja. Ketika seseorang ridho melakukan maksiat, dia harus menerima konsekuensinya yakni berdosa.”Saya protes, “Tapi mereka kan bekerja? Bukan maksiat?”
“Sama saja mereka mendukung kemaksiatan yang ada. Muslim harus mencari pekerjaan yang lebih baik dan lebih halal. Muslim harus yakin bahwa rezeki dari Allah itu luas. Dia harus kreatif menjemput rezeki yang baik, halal dan banyak.” Jawaban Dosen saya membungkam mulut saya, saya pergi setelah berterimakasih padanya.
Dalam
hati saya berkata Allah pasti Maha Tau isi hati mereka yang sangat
gundah di kapal pesiar. Semoga orang-orang yang gelisah ini diberi
ampunan dan diganti rezeki yang dengan jalan yang lain, yang lebih
baik. Dan semoga bagi mereka hikmah yang banyak saat berada di kapal
pesiar bisa mereka teguk. Hikmah-hikmah lain yang sangat indah
dituliskan oleh Haris Juhaeri dalam buku ini. Bagaimana batinnya
tersiksa saat kakeknya menyuruh membuang televisi pemberiannya
dikarenakan televisi itu menurut kakeknya dibeli dengan uang haram.
Lalu Mas Haris juga mengisahkan bagaimana saat mereka berpuasa di
iklim yang ekstrim, “Apabila bulan puasa itu jatuh di msim dingin,
maka waktu puasa menjadi lebih pendek. Waktu subuhnya mulai 6 pagi,
dan waktu maghrib kadang sebelum jam 5 sore..” (hlm 32) tapi jangan
dikira waktu pendek itu aman, karena hawa dingin membuat cepat lapar.
Sedangkan bila bulan puasa jatuh ketika musim panas, amboi
panjangnya! Subuh jam 3 pagi dan maghrib pukul 11 malam.. T-T mati
deh! Belum lagi godaan bisa tiba-tiba berlipat ganda jika kapal
pesiar dipesan oleh kaum nudis yang melakukan segala aktivitas di
kapal dengan telanjang bulat.. Aduuuh bisa mimisan kalau saya yang
ada di sana!
Pada Bagian 2: Dilema Mereka yang Ditinggalkan Di Rumah
Berisi empat kisah yang sangat menyentuh dari empat kontributor (“Cobaan Itu Datang Ketika Suamiku Sedang Berlayar” oleh Haning Pamungkas, “Haruskah Aku Kehilangan Untuk Kedua Kalinya” oleh Iis Nurhayati, “Cintaku Kandas Di Dasar Samudra” oleh Widyowati, dan “Aku Hampir Menyebut Oom Pada Bapakku Sendiri” oleh Prihandika Jodi)
Pada Bagian 3 Dilema Dua Budaya
Inilah yang sangat saya sukai. Mashar dengan jeli menuliskan silang budaya yang kebanyakan menyindir orang-orang kita. Namun bab ini sama sekali bukan untuk mengunggulkan bangsa barat dan sebaliknya, namun agar kita berbenah diri lebih baik, toh banyak nilai dan pelajaran yang “Barat” ambil dari kebudayaan islam? Kata Goenawan Mohamad yang di kutip Mashar pada bab ini. Sekali lagi, barang siapa yang bisa mengambil hikmah maka dia sangat beruntung. Barat pun berhasil karena mampu mengambil hikmah. Sekarang, coba gali hikmah di bab tiga! Sungguh luar biasa! Jadi saya tidak mau menceritakannya di review ini, silahkan baca sendiri. Hehe.
Selain berisikan memoar sepenggal kehidupan para pelaut, buku ini juga berisikan 9 lukisan dan 1 kaver karya pelukis Khadir supartini. Jadi selain memanjakan pikiran dan hati, buku ini juga memanjakan mata terutama bagi pecinta lukisan. Dan ada satu lagi yang istimewa pada buku ini, anda ingin tau? Haha tapi saya malu mengatakannya. Tapi baiklah saya katakan keistimewaan itu. Di buku ini, ada nama endorsement yang saya tulis dan dicantumkan di buku ini, terimakasih Mashar.
“Kita tak mungkin belajar dan menjadi lebih dewasa tanpa sebuah masalah, sebuah ketakutan, atau sebuah dilema. Membaca buku ini, kita tak perlu mengalami sendiri kegelisahan mereka yang terapung di tengah lautan. Kita cukup mendengarkan mereka, membuka ruang pendapat dan berterimakasih pada mereka yang sangat sudah menuliskan isi hati mereka yang sangat berharga di buku ini!”
NB:
~Dilema adalah buku ketiga Hartono Rakiman yang bertema tentang seluk beluk pengalaman kehidupan di kapal pesiar.
~Ada kekurangan sedikit yakni beberapa salah ketik tapi tidak begitu penting.
~Rumah Baca bisa dikunjungi secara online di www.rumahbaca.wordpress.com salah satu blog buku tertua di Indonesia.
~Rumah Baca-lah yang pertama kali membuat saya menulis resensi. Setiap resensi, saya selalu diberi hadia buku indah. Terimakasih Rumah Baca. Semoga semakin sukses ke depan.
Buku-buku hadiah dari Rumah Baca. Tiga buku sebelah kanan adalah karya Hartono Rakiman |
Buku
Dilema di meja "buku baru" di
Toga Mas Margorejo - Surabaya
|
Buku
Dilema di meja "buku baru" di
Toga Mas Diponegoro - Surabaya
|
Buku
Dilema di Gramedia Expo - Surabaya
|
Buku
Dilema di Rumah Buku Ngagel - Surabaya
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar